Serum termasuk dalam semua protein yang tidak digunakan dalam pembekuan darah dan semua elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan berbagai macam substansi eksogenus (obat-obatan, dan mikroorganisme) (Sadjadi, dkk., 2009). Serum ini bisa menjadi suatu antigen jika masuk ke dalam tubuh organisme yang tidak mempunyai serum yang sama dengan serum yang masuk ke dalam tubuhnya. Antigen adalah makromolekul dengan satu atau lebih determinan antigenik. Antigen ini juga disebut dengan imunogen karena menghasilkan respon imun. Molekul yang lebih kecil, yang disebut dengan hapten adalah determinan antigenik, meskipun hapten ini terlalu kecil dan harus berikatan dengan permukaan molekul yang lebih besar. Antigen eksternal yang dapat menyebabkan penyakit dalam tubuh inang dinamakan patogen. Patogen adalah organisme yang menyerupai virus, bakteri, dan antigen parasit. Auto-antigen atau self-antigen adalah jaringan dari inang yang mentrigger respon imun dan dapat menyebabkan terjadinya auto-immune (Brownlee, 2007).
Injeksi Antigen Serum Pemberian antigen dilakukan dengan jumlah yang tidak menimbulkan kematian, namun hanya imunogen. Berbagai macam volume dapat digunakan dan disesuaikan dengan hewan coba yang dipakai. Volume untuk penggunaan antigen dapat berbeda antara jenis hewan satu dengan yang lainnya dan tempat atau titik penginjeksian.
Penyiapan dan Pemisahan Serum untuk Antigen Darah sapi dan kelinci dimasukkan dalam tabung Eppendorf dan didiamkan dalam suhu kamar sampai terbentuk 2 lapis atau diinkubasi dalam suhu 370C selama 30-60 menit. Kemudian darah tersebut disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g selama 10 menit pada suhu 40C. Supernatan yang merupakan serum tersebut kemudian dipindah ke dalam Eppendorf yang baru. Serum disimpan dalam suhu -200C jika tidak digunakan dalam waktu yang lama. Untuk menentukan banyaknya serum yang disuntikkan, kadar protein serum diuji menggunakan metode bradford.
Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan tabung reaksi sejumlah sampel yang ditambahkan dan untuk larutan blanko. Kemudian ditambahkan NaCl 0,9% ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan pula sampel protein sebanyak 10uL, sedangkan blanko hanya terdiri dari larutan buffer 100uL. Larutan dalam tabung ditambahkan reagen Bradford yang tersusun atas coomassie blue G250 sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 5 mL ethanol 95%. Dihomogenkan dengan 10 mL phosphoric acid 85%, kemudian ditambah dengan akuades sampai mencapai 100 mL. Reagen tersebut disaring dan disimpan dalam botol gelap. Larutan kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Setelah itu, dilakukan inkubasi selama 10-15 menit dan ditera absorbansinya pada panjang gelombang 595nm, kemudian dibuat pula kurva standarnya.
Penyuntikan Antigen pada Hewan Coba dan Koleksi Antiserum Serum yang didapatkan dari hasil pemisahan dengan kadar 0,5-1mg disikan ke dalam spuit 1ml. Bagian tubuh tikus yang akan diinjeksi dibasahi dengan alkohol 70% menggunakan kapas. Antigen serum diinjeksikan secara intraperitoneal dan antigen diinkubasi dalam tubuh hewan coba selama 7-14 hari. Tikus yang telah diinjeksi serum (sapi dan kelinci) setelah diinkubasi selama 1 minggu didislokasi leher. Dislokasi dilakukan secara perlahan. Bagian perut tikus dibuka dengan menggunakan gunting hingga jantung terlihat dan darah diambil pada bagian bilik kanan jantung dengan menggunakan spuit 3 ml.
Isolasi Protein Antiserum dengan Metode Salting Out Serum tikus yang sudah diimunisasi dengan antigen serum diambil 10 ml kemudian ditambah dengan 90 ml ammonium sulfat ((NH4)2SO4) jenuh. Kemudian dilakukan inkubasi selama 30 menit pada suhu 40C dan dihomogenkan dengan vortex setiap 10 menit sekali. Langkah berikutnya adalah serum disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm, pada suhu 40C selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang dan pelet diresuspensi dengan buffer phosphate sebanyak ¼ volume awal dan dihomogenkan dan dihitung kadar proteinnya menggunakan metode Bradford.
Reaksi Antigen-antibodi dengan Metode Dot Blot Serum nonimmunized dari kelinci, sapi, dan tikus non-presipitasi disiapkan dan dilakukan dilusi sehingga didapatkan serum dengan konsentrasi konsentrasi 0, 10, 50, 100 dan 200 µg/ml. Antibodi primer yang digunakan adalah Rat α-serum rabbit, , rat α-serum bovine dan serum tikus nonimmunized yang telah diencerkan dengan TBS (1:500). Membran yang digunakan adalah PVDF (polyvinylidene difluoride). Membran tersebut direndam dalam methanol selama 2-5 menit. Membran kemudian diletakkan di atas kertas tissue dan dilakukan pula pembuatan peta blotting (blotting map). Membran kemudian dipasang pada dot blotter dan antigen diteteskan sebanyak 2 µl pada membran, didiamkan selama 1 jam di dalam laminar air flow (LAF) dengan blower. Kemudian membran yang masih berada dalam dot blotter ditetesi TBS selama 1 menit. Larutan blotto 10% yang terbuat dari susu skim yang dilarutkan dalam 10 ml TBS diteteskan sebanyak 10ul ke membran PVDF selama 1 jam pada suhu ruang. Membran kemudian dicuci dengan TBST sebanyak 3 kali masing-masing selama 10 menit sambil di gojog dengan shaker dengan kecepatan 40 rpm.
Setelah itu ditambahkan antibodi primer dan diinkubasi semalaman pada suhu 40C. Setelah inkubasi selesai, dilakukan pencucian membran menggunakan TBST 3 kali masing-masing selama 10 menit. Antibodi sekunder (Goat α-Rat IgG phosphate labeled 1:2500) ditambahkan pada membran dan juga substrat kromogenik NBT-BCIP. Membran kemudian dicuci dengan aquadest dan dikeringkan di dalam oven. Pada dasarnya, antibodi merupakan probe yang sering digunakan karena antibodi yang ditambahkan akan berikatan dengan antigen yang dapat dibaca dengan adanya visualisasi menggunakan teknik indirect enzyme immunoassay. Teknik ini dilakukan dengan penambahan substrat kromogenik yang akan menghasilkan produk insoluble (Millard 2006).
Sistem blotting yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sistem indirect. Pada sistem ini antibodi primer ditambahkan pertama kali untuk mengikat antigen dan selanjutnya ditambahkan antibodi sekunder yang secara langsung akan berikatan dengan antibodi primer. Metode indirect memiliki berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan metode direct salah satunya dalam hal kesensitifan dalam mendeteksi (Pierce, 2007). Spesifitas antibodi merupakan kemampuan antibodi tersebut dalam mengenali epitop spesifik. Antibodi yang memiliki spesifitas tinggi hanya menghasilkan sedikit cross reactivity.
Adanya hasil positif dapat dimungkinkan karena serum yang diberikan masih bersifat poliklonal sehingga terdapat epitop antigen serum yang bersesuaian dengan antibodi yang diberikan sehingga terjadi ikatan antigen-antibodi. Penggunaan antibodi monoklonal lebih menguntungkan karena memiliki homogenitas dan kosistensi yang tinggi. Antibodi monoklonal merupakan antibodi yang diproduksi oleh klon tunggal limfosit B. Ikatan epitop pada antibodinya bersifat reversibel dan tergantung susunan antigen dan antibodinya. Homogenitas tinggi inilah yang menyebabkan penggunaan antibodi monoklonal sangat berguna untuk evaluasi perubahan konformasi molekuler, interaksi protein, tahapan proliferasi, dan mengidentifikasi famili protein serta untuk analisis struktur protein (Lipman, 2005). Untuk dapat mengintrepretasikan image hasil dot dapat digunakan gel documentation meliputi UV Transiluminator, Uvsolo, BioDocAnalyze live, BioDocAnalyze video dan BioDocAnalyze digital. Gel documentation tersebut memiliki monokrom CCD kamera yang sensitif terhadap cahaya, pada kondisi gelap dan juga dilengkapi oleh transiluminator (Biometra, 2009). Metode Dot blot ini mempunyai beberapa kelemahan dan keunggulan (Protocol Online, 2007).
Keunggulan teknik Dot Blot
- Spesifik terhadap DNA atau protein manusia
- Mudah untuk dianalisis
- Tidak bersifat automatable (dikerjakan dengan otomatis)
- Membutuhkan intensivitas kerja yang lebih
- Merupakan metode semi-kuantitatif (Kualitas DNA atau protein tidak dapat di perkirakan dan dihitung)
0 comments:
Post a Comment