Berikut adalah sedikit dasar teori yang menjelaskan tentang bagaimana konsep purifikasi atau pemurnian antibodi yang didapatkan dari serum.
1. Protein Antiserum
Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel, baik itu makhluk hidup tingkat tinggi maupun rendah serta virus. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. enzim juga berperan dalam fungsi struktural maupun mekanis, contohnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton.
Protein terlibat dalam sistem kekebalan sebagai antibodi, sistem kendali (hormon), sebagai komponen penyimpanan (dalam biji), dasn juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino tersebut (heterotrof) (Page, 1997). Protein mempunyai peranan cukup penting dalam hampir semua sistem seluler. Protein bertanggung jawab pada berbagai fungsi fisiologis seperti katalis enzimatis, transportasi, penyimpanan molekul lainnya, pergerakan di dalam sel maupun antar sel, serta sebagai supporter atau pendukung mekanik. Keberadaan protein dapat diidentifikasi melalui teknik kromatografi, isolasi, dan purifikasi (White, 1964). Beberapa jenis protein tersebut juga sangat berperan dalam sistem imunitas makhluk hidup.
Immunitas adalah salah satu terminologi dalam ilmu biologi yang menggambarkan atau menjelaskan suatu keadaan pertahanan biologis tercukupi oleh suatu makhluk hidup untuk menghindarkannya dari berbagai macam penyakit, infeksi, atau invasi komponen biologis yang tidak diharapkan dalam tubuh. Imunitas dapat berupa komponen spesifik ataupun non-spesifik. Komponen non-spesifik tersebut berperan baik sebagai barrier atau penghalang maupun sebagai eliminator patogen yang berbahaya yang bersifat wide range. Sedangkan komponen lainnya beradaptasi terhadap masing-masing penyakit baru yang masuk dalam tubuh dan mampu mendorong terjadinya imunitas pathogen spesifik. Salah satu materi yang dapat membawa komponen tersebut adalah antiserum.
Antiserum adalah serum dari manusia atau hewan yang mengandung antibody untuk melawan berbagai macam penyakit yang spesifik dan biasanyan memberikan imunitas pasif kepada penyakit tersebut. Antiserum tidak menyebabkan produksi antibodi dan da dua macam antiserum, yaitu antitoksin yang menetralkan toksin yang dihasilkan oleh bakteri spesifik namun tidak membunuh bakteri tersebut, dan jenis antiserum lainnya adalah serum antimikrobial yang dapat menghancurkan mikrobia dengan cara membuat bakteri menjadi lebih rentan terhadap aksi leukosit.
Setiap kajian yang berhubungan dengan penanganan hewan untuk produksi antibodi selalu mengikuti prosedur standar yang melibatkan inokulasi material antigenik ke dalam tubuh hewan coba, dan kemudian dilakukan pengambilan antiserum yang ada dalam tubuh hewan tersebut.
2. Isolasi Protein Antiserum dengan Metode Salting Out
Isolasi protein digunakan untuk mendapatkan protein dengan melalui pemisahan protein dari komponen penyusun sel yang lainnya atau jaringan. Salah satu sifat protein yaitu mudah terlarut dalam air, sehingga dapat digunakan deterjen untuk dapat memisahkan komponen lainnya. Bahan yang biasa digunakan yaitu Sodium Dodecyl Sulphate (SDS). Deterjen ini memiliki kemampuan untuk merusak membran sel dengan cara berikatan dengan membran yang berupa lapisan fosfo lipid bilayer serta melartukan lemak dan protein. Sentrifugasi juga digunakan untuk mengisolasi protein dengan menggunakan kecepatan dan waktu tertentu sehingga tiap molekul protein yang berbeda dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini berdasarkan prinsip kerja sentrifugasi yang memisahkan molekul berdasarkan perbedaan berat molekul (Lodish, dkk., 2000).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar, sedangkan bagian protein yagn bersifat hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi bila larutan protein mendekati pH isoelektris, lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang dan menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik, dan lain-lain (Winarno, 1992).
Protein akan mengalami presipitasi jika berinteraksi dengan ion-ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan pH larutan diatas pI karena protein bermuatan negatif. Pengendapan protein oleh ion negatif diperlukan pH larutan di bawah pI karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++, dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah ion salisilat, trikloroasetat, pikrat, tanat, dan sulfosalisilat (Poedjiadi, 1994).
3. Reaksi Antigen-Antibodi
Reaksi antigen-antibodi dapat diketahui dengan menggunakan metode Dot Blot. Dot Blot adalah sebuah teknik untuk mendeteksi, menganalisis, dan mengidentifikasi protein. Teknik ini menyerupai Western Blot namun perbedaannya adalah protein sampel tidak dipisahkan melalui elektroforesis akan tetapi ditandai dengan template sirkuler secara langsung pada substrat kertas. Konsentrasi protein dalam preparasi mentah atau kasar (misalnya kultur supernatan) dapat diperkirakan secara semikuantitatif dengan menggunakan teknik ini jika dimiliki protein yang terpurifikasi dan antibodi untuk protein tersebut.
Beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam proses Dot Blot adalah menyiapkan membran, dan menandainya dengan grid menggunakan pensil untuk mengindikasikan daerah yang akan di blot. Sampel yang akan diuji diteteskan pada membran nitroselulosa pada bagian tengah kisi (grid) yang telah digambar pada membran tersebut dan dibiarkan kering. Situs yang tidak spesifik kemudian diblok dengan merendam membran dalam Bovine Serum Albumin (BSA) dan diinkubasi dalam antibodi primer selama 30 menit suhu ruang. Langkah berikutnya adalah pencucian dengan PBS-T selama kurang lebih 3 kali masing-masing 5 menit dan dinkubasi pada antobodi sekunder yang terkonjugasi dengan HRP. Pencucian dilakukan kembali setelah proses tersebut selesai dan dipaparkan pada film X-ray pada ruang gelap. (Nature Publishing Group, 2009)
Selamat Belajar!!...
Read More..
IDENTIFIKASI GEN TARGET SPESIFIK DENGAN SOUTHERN DAN DOT BLOT
Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) total dari suatu organisme (genom) atau kandungan RNA seluler dari RNA adalah suatu campuran kompleks sekuens asam nukleat yang berbeda. Komponen-komponen tersebut sangat perlu untuk dibedakan sehingga dapat dilakukan analisis. Beberapa teknik telah dikembangkan dengan tujuan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu mengidentifikasi asam nukleat spesifik dalam kompleks asam nukleat, antara lain Southern Blot dan Dot Blot.
Southern Blot adalah metode umum yang digunakan untuk identifikasi fragmen DNA yang berkomplementer untuk mengetahui sekuens DNA. Hibridisasi ini memungkinkan untuk dilakukan pembandingan antara genom organisme tertentu dengan probe. Sehingga dapat memberikan keterangan apakah organisme tersebut memiliki gen tertentu dan menyediakan informasi tentang pengaturan dan pemetaan daerah pemotongan dari gen tersebut, sedangkan Dot Blot adalah metode penempelan protein atau asam nukleat secara langsung pada membran.
Sampel yang terlarut ditarik melalui membran baik menggunakan lingkungan yang vakum, maupun absorpsi dan intrusi, sehingga protein berikatan dengan membran sedangkan komponen lainnya dapat melewati membran. Protein tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam analisis. Proses Blotting ini sangat diperlukan untuk membedakan fragmen secara spesifik karena pemendekan oleh restriksi kompleks genom dapat menciptakan jutaan fragmen restriksi spesifik dan ada beberapa fragmen yang ukurannya sama dan tidak akan terpisah antara satu dengan yang lainnya jika menggunakan elektroforesis, sehingga perlu adanya metode untuk memisahkan fragmen spesifik tersebut dari fragmen yang lainnya
Southern Blot
Southern Blot adalah teknik yang mampu untuk mendeteksi fragmen restriksi tunggal yang spesifik dalam campuran asam nukleat yang sangat kompleks yang dihasilkan dari pemotongan genom dengan menggunakan enzim restriksi. Kompleks dalam campuran tersebut, banyak fragmen yang akan mempunyai panjang yang sama dengan yang lain dan bermigrasi atau berpindah bersama-sama selama proses elektroforesis. Meskipun semua fragmen tidak secara sempurna terpisah oleh proses elektroforesis gel agarose, fragmen tunggal dalam pita hasil elektroforesis dapat diidentifikasi dengan hibridisasi menggunakan DNA probe yang spesifik. Sehingga untuk menyelesaikan masalah tersebut, fragmen restriksi yang ada dalam gel didenaturasi dengan alkali dan ditransfer pada filter nitroselulosa atau membran nilon dengan teknik blotting (Brown, 2001).
Langkah-langkah umum yang digunakan dalam metode Southern Blotting antara lain, fragmen DNA dalam gel didenaturasi, yaitu diseparasi menjadi struktur untai tunggal menggunakan larutan alkali dan dilakukan elektrotransfer (DNA berpindah dari gel menuju filter). Gel yang terdenaturasi ditempatkan pada lembaran kertas filter dan dibenamkan dalam larutan buffer. Sebuah membran nitroselulosa diletakkan di atas gel dan beberapa kertas filter yang kering diletakkan di atas membran tersebut. Larutan buffer bergerak dan berpindah tempat melewati gel, tertarik oleh kertas filter kering. Buffer tersebut membawa DNA untai tunggal di dalamnya dan ketika DNA mencapai nitroselulosa, DNA tersebut berikatan dengan membran dan terimobilisasi dalam posisi yang sama dengan posisi relatif dimana DNA termigrasi dalam gel.
DNA terikat secara irreversible pada filter atau membran oleh proses pemanasan (baking) pada temperatur yang tinggi (nitroselulosa) atau cross-linking menggunakan sinar ultraviolet (nilon). Tahapan terakhir adalah merendam membran di dalam larutan yang mengandung probe, baik DNA (klon cDNA, fragmen genom, oligonukleotida) atau RNA. Hibridisasi DNA ini, dengan kata lain DNA target dan DNA/RNA probe membentuk hybrid karena keduanya merupakan sekuens komplementer dan dapat berikatan satu sama lain. Probe yang digunakan biasanya adalah yang terlabel secara radioaktif dengan¬¬¬ 32P (¬β-particle emitter berenergi tinggi), seringkali dengan penghilangan ujung phosphat 5’ dari probe dengan alkali phosfatase dan penggantian dengan radiolabelled phosphate menggunakan γ-[32P]ATP dan polinukleotida kinase (PNK). Membran dicuci untuk menghilangkan probe yang tidak spesifik berikatan dan kemudian dipaparkan pada film X-ray yang prosesnya disebut dengan autoradiografi. Pada posisi dimana probe berikatan, β-emmisions dari probe menyebabkan film ¬X-ray menjadi hitam. sehingga memungkinkan untuk identifikasi ukuran dan jumlah fragmen gen kromosomal dengan kesamaan yang kuat dengan gen atau fragmen gen yang digunakan sebagai probe (Lutz, 2003).
Dot Blot
Dot Blot adalah sebuah teknik untuk mendeteksi, menganalisis, dan mengidentifikasi protein. Teknik ini menyerupai Western Blot namun perbedaannya adalah protein sampel tidak dipisahkan melalui elektroforesis akan tetapi ditandai dengan template sirkuler secara langsung pada substrat kertas. Konsentrasi protein dalam preparasi mentah atau kasar (misalnya kultur supernatan) dapat diperkirakan secara semikuantitatif dengan menggunakan teknik ini jika dimiliki protein yang terpurifikasi dan antibodi untuk protein tersebut.
Beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam proses Dot Blot adalah menyiapkan membran, dan menandainya dengan grid menggunakan pensil untuk mengindikasikan daerah yang akan di blot. Sampel yang akan diuji diteteskan pada membran nitroselulosa pada bagian tengah kisi (grid) yang telah digambar pada membran tersebut dan dibiarkan kering. Situs yang tidak spesifik kemudian diblok dengan merendam membran dalam Bovine Serum Albumin (BSA) dan diinkubasi dalam antibodi primer selama 30 menit suhu ruang. Langkah berikutnya adalah pencucian dengan PBS-T selama kurang lebih 3 kali masing-masing 5 menit dan dinkubasi pada antobodi sekunder yang terkonjugasi dengan HRP. Pencucian dilakukan kembali setelah proses tersebut selesai dan dipaparkan pada film X-ray pada ruang gelap.
1. Cara Transfer DNA ke Membran Nilon
Gel agarosa hasil elektroforesis dan membran nilon didenaturasi di larutan, dan denaturasi dilakukan selama 5 menit pada suhu ruang. Baki buffer disiapkan untuk transfer kapilari, kertas Whatman 3MM, membran nilon, setumpuk tissue yang tidak mudah rusak bila terkena cairan, dan pemberat 500 mg, dan disusun sedemikian rupa dengan urutan dari bawah ke atas: baki buffer-kertas Whatman-gel agarosa-membran-kertas Whatman-kertas tissue-pemberat. Ditambahkan buffer transfer di dalam baki sampai kertas Whatman 3MM basah oleh buffer tersebut. Gel agarosa diletakkan di atasnya dan membran nilon yang telah dibasahi buffer di atas gel dan diratakan posisinya. Baki ditutup kecuali pada daerah gel dan membran nilon dengan plastik wrap agar buffer tidak cepat menguap. Ditutup dengan kertas Whatman selebar gel ditambah 1 cm setiap sisinya dan dibasahi dengan buffer transfer, diratakan posisinya dan ditutup dengan setumpuk tissue dan kemudian diberi pemberat. Langkah berikutnya adalah inkubasi pada suhu ruang dan dijaga buffer agat tidak habis menguap, dan bila habis segera diisi buffer di baki buffer. Setelah 12 jam, semua tissue dibuang, diambil hati-hati membran nilon dari atas gel dan dikeringkan 2-5 menit di atas tissue kering. Cross-link dilakukan di bawah sinar UV selama 1-2 menit agar DNA dapat melekat pada membran. Membran kemudian disimpan sampai dilakukan proses hibridisasi.
2. Cara Kerja Dot Blot DNA
Sampel DNA dimasukkan dalam Eppendorf dengan dibuat seri pengenceran 1ng/µL, 100 pg/µL, 50 pg/µL, 1 pg/µL, 0,1 pg/µL, 0 pg/µL dan dilarutkan sampai volume 20 µL dengan 6µL 20xSSC fsn 18 µL DW. Sampel cDNA/DNA terlabel didenaturasi selama 10 menit pada suhu 95°C kemudian segera diambil dan dimasukkan dalam es agar tidak terjadi reannealing. Membran NC dipasang pada dot blotter dan sebanyak 1µL DNA/cDNA terlabel (terdenaturasi) diaplikasikan pada dot blotter. Dot-blotter dihubungkan dengan vacuum pump selama 15-30 menit sampai semua sampel menempel pada NC. Sampel diimobilisasi dengan cara menginkubasi NC dalam oven pada suhu 100°C selama 30 menit. Membran NC direhidrasi dalam DW beberapa menit pada suhu 37°C.
3. Visualisasi dengan DNA/cDNA Terlabel Biotin Menggunakan SA-HRP dan AEC
Membran NC dimasukkan dalam ke dalam kantong plastik klip yang berisi SA-HRP (streptavidin-horseradish peroksidase) 1:1000 dalam PBS, diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang atau 20 menit pada 37°C. Membran NC diinkubasi dalam PBS 2x5 menit dan membran tersebut dimasukkan dalam kantong plastik klip kemudian ditambah 5-10ml AEC (aminoethylcarbazole), diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit atau terbentuk warna merah.
Stok solution AEC: 0,4 gram AEC dilarutkan dalam 100ml dimethilformamide (DMF). Stok solution stabil selama 1 tahun pada suhu ruang. Sebelum dipakai, 0,67 Ml AEC stok solution ditambah 10ml 0,1M sodium asetat (Ph 5,2), distirer dan disaring, san ditambah 10µL 30% H2O2. Reaksi dihentikan dengan cara dicuci dalam PBS 2x5 menit, dan dicuci dengan DW kemudian dikeringkan.
Untuk keterangan lebih jelas tentang hasil dan pembahasan, silakan ikuti link di bawah ini untuk mendownload file .doc nya..
DOWNLOAD FILE
Read More..
Southern Blot adalah metode umum yang digunakan untuk identifikasi fragmen DNA yang berkomplementer untuk mengetahui sekuens DNA. Hibridisasi ini memungkinkan untuk dilakukan pembandingan antara genom organisme tertentu dengan probe. Sehingga dapat memberikan keterangan apakah organisme tersebut memiliki gen tertentu dan menyediakan informasi tentang pengaturan dan pemetaan daerah pemotongan dari gen tersebut, sedangkan Dot Blot adalah metode penempelan protein atau asam nukleat secara langsung pada membran.
Sampel yang terlarut ditarik melalui membran baik menggunakan lingkungan yang vakum, maupun absorpsi dan intrusi, sehingga protein berikatan dengan membran sedangkan komponen lainnya dapat melewati membran. Protein tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam analisis. Proses Blotting ini sangat diperlukan untuk membedakan fragmen secara spesifik karena pemendekan oleh restriksi kompleks genom dapat menciptakan jutaan fragmen restriksi spesifik dan ada beberapa fragmen yang ukurannya sama dan tidak akan terpisah antara satu dengan yang lainnya jika menggunakan elektroforesis, sehingga perlu adanya metode untuk memisahkan fragmen spesifik tersebut dari fragmen yang lainnya
Southern Blot
Southern Blot adalah teknik yang mampu untuk mendeteksi fragmen restriksi tunggal yang spesifik dalam campuran asam nukleat yang sangat kompleks yang dihasilkan dari pemotongan genom dengan menggunakan enzim restriksi. Kompleks dalam campuran tersebut, banyak fragmen yang akan mempunyai panjang yang sama dengan yang lain dan bermigrasi atau berpindah bersama-sama selama proses elektroforesis. Meskipun semua fragmen tidak secara sempurna terpisah oleh proses elektroforesis gel agarose, fragmen tunggal dalam pita hasil elektroforesis dapat diidentifikasi dengan hibridisasi menggunakan DNA probe yang spesifik. Sehingga untuk menyelesaikan masalah tersebut, fragmen restriksi yang ada dalam gel didenaturasi dengan alkali dan ditransfer pada filter nitroselulosa atau membran nilon dengan teknik blotting (Brown, 2001).
Langkah-langkah umum yang digunakan dalam metode Southern Blotting antara lain, fragmen DNA dalam gel didenaturasi, yaitu diseparasi menjadi struktur untai tunggal menggunakan larutan alkali dan dilakukan elektrotransfer (DNA berpindah dari gel menuju filter). Gel yang terdenaturasi ditempatkan pada lembaran kertas filter dan dibenamkan dalam larutan buffer. Sebuah membran nitroselulosa diletakkan di atas gel dan beberapa kertas filter yang kering diletakkan di atas membran tersebut. Larutan buffer bergerak dan berpindah tempat melewati gel, tertarik oleh kertas filter kering. Buffer tersebut membawa DNA untai tunggal di dalamnya dan ketika DNA mencapai nitroselulosa, DNA tersebut berikatan dengan membran dan terimobilisasi dalam posisi yang sama dengan posisi relatif dimana DNA termigrasi dalam gel.
DNA terikat secara irreversible pada filter atau membran oleh proses pemanasan (baking) pada temperatur yang tinggi (nitroselulosa) atau cross-linking menggunakan sinar ultraviolet (nilon). Tahapan terakhir adalah merendam membran di dalam larutan yang mengandung probe, baik DNA (klon cDNA, fragmen genom, oligonukleotida) atau RNA. Hibridisasi DNA ini, dengan kata lain DNA target dan DNA/RNA probe membentuk hybrid karena keduanya merupakan sekuens komplementer dan dapat berikatan satu sama lain. Probe yang digunakan biasanya adalah yang terlabel secara radioaktif dengan¬¬¬ 32P (¬β-particle emitter berenergi tinggi), seringkali dengan penghilangan ujung phosphat 5’ dari probe dengan alkali phosfatase dan penggantian dengan radiolabelled phosphate menggunakan γ-[32P]ATP dan polinukleotida kinase (PNK). Membran dicuci untuk menghilangkan probe yang tidak spesifik berikatan dan kemudian dipaparkan pada film X-ray yang prosesnya disebut dengan autoradiografi. Pada posisi dimana probe berikatan, β-emmisions dari probe menyebabkan film ¬X-ray menjadi hitam. sehingga memungkinkan untuk identifikasi ukuran dan jumlah fragmen gen kromosomal dengan kesamaan yang kuat dengan gen atau fragmen gen yang digunakan sebagai probe (Lutz, 2003).
Dot Blot
Dot Blot adalah sebuah teknik untuk mendeteksi, menganalisis, dan mengidentifikasi protein. Teknik ini menyerupai Western Blot namun perbedaannya adalah protein sampel tidak dipisahkan melalui elektroforesis akan tetapi ditandai dengan template sirkuler secara langsung pada substrat kertas. Konsentrasi protein dalam preparasi mentah atau kasar (misalnya kultur supernatan) dapat diperkirakan secara semikuantitatif dengan menggunakan teknik ini jika dimiliki protein yang terpurifikasi dan antibodi untuk protein tersebut.
Beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam proses Dot Blot adalah menyiapkan membran, dan menandainya dengan grid menggunakan pensil untuk mengindikasikan daerah yang akan di blot. Sampel yang akan diuji diteteskan pada membran nitroselulosa pada bagian tengah kisi (grid) yang telah digambar pada membran tersebut dan dibiarkan kering. Situs yang tidak spesifik kemudian diblok dengan merendam membran dalam Bovine Serum Albumin (BSA) dan diinkubasi dalam antibodi primer selama 30 menit suhu ruang. Langkah berikutnya adalah pencucian dengan PBS-T selama kurang lebih 3 kali masing-masing 5 menit dan dinkubasi pada antobodi sekunder yang terkonjugasi dengan HRP. Pencucian dilakukan kembali setelah proses tersebut selesai dan dipaparkan pada film X-ray pada ruang gelap.
1. Cara Transfer DNA ke Membran Nilon
Gel agarosa hasil elektroforesis dan membran nilon didenaturasi di larutan, dan denaturasi dilakukan selama 5 menit pada suhu ruang. Baki buffer disiapkan untuk transfer kapilari, kertas Whatman 3MM, membran nilon, setumpuk tissue yang tidak mudah rusak bila terkena cairan, dan pemberat 500 mg, dan disusun sedemikian rupa dengan urutan dari bawah ke atas: baki buffer-kertas Whatman-gel agarosa-membran-kertas Whatman-kertas tissue-pemberat. Ditambahkan buffer transfer di dalam baki sampai kertas Whatman 3MM basah oleh buffer tersebut. Gel agarosa diletakkan di atasnya dan membran nilon yang telah dibasahi buffer di atas gel dan diratakan posisinya. Baki ditutup kecuali pada daerah gel dan membran nilon dengan plastik wrap agar buffer tidak cepat menguap. Ditutup dengan kertas Whatman selebar gel ditambah 1 cm setiap sisinya dan dibasahi dengan buffer transfer, diratakan posisinya dan ditutup dengan setumpuk tissue dan kemudian diberi pemberat. Langkah berikutnya adalah inkubasi pada suhu ruang dan dijaga buffer agat tidak habis menguap, dan bila habis segera diisi buffer di baki buffer. Setelah 12 jam, semua tissue dibuang, diambil hati-hati membran nilon dari atas gel dan dikeringkan 2-5 menit di atas tissue kering. Cross-link dilakukan di bawah sinar UV selama 1-2 menit agar DNA dapat melekat pada membran. Membran kemudian disimpan sampai dilakukan proses hibridisasi.
2. Cara Kerja Dot Blot DNA
Sampel DNA dimasukkan dalam Eppendorf dengan dibuat seri pengenceran 1ng/µL, 100 pg/µL, 50 pg/µL, 1 pg/µL, 0,1 pg/µL, 0 pg/µL dan dilarutkan sampai volume 20 µL dengan 6µL 20xSSC fsn 18 µL DW. Sampel cDNA/DNA terlabel didenaturasi selama 10 menit pada suhu 95°C kemudian segera diambil dan dimasukkan dalam es agar tidak terjadi reannealing. Membran NC dipasang pada dot blotter dan sebanyak 1µL DNA/cDNA terlabel (terdenaturasi) diaplikasikan pada dot blotter. Dot-blotter dihubungkan dengan vacuum pump selama 15-30 menit sampai semua sampel menempel pada NC. Sampel diimobilisasi dengan cara menginkubasi NC dalam oven pada suhu 100°C selama 30 menit. Membran NC direhidrasi dalam DW beberapa menit pada suhu 37°C.
3. Visualisasi dengan DNA/cDNA Terlabel Biotin Menggunakan SA-HRP dan AEC
Membran NC dimasukkan dalam ke dalam kantong plastik klip yang berisi SA-HRP (streptavidin-horseradish peroksidase) 1:1000 dalam PBS, diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang atau 20 menit pada 37°C. Membran NC diinkubasi dalam PBS 2x5 menit dan membran tersebut dimasukkan dalam kantong plastik klip kemudian ditambah 5-10ml AEC (aminoethylcarbazole), diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit atau terbentuk warna merah.
Stok solution AEC: 0,4 gram AEC dilarutkan dalam 100ml dimethilformamide (DMF). Stok solution stabil selama 1 tahun pada suhu ruang. Sebelum dipakai, 0,67 Ml AEC stok solution ditambah 10ml 0,1M sodium asetat (Ph 5,2), distirer dan disaring, san ditambah 10µL 30% H2O2. Reaksi dihentikan dengan cara dicuci dalam PBS 2x5 menit, dan dicuci dengan DW kemudian dikeringkan.
Untuk keterangan lebih jelas tentang hasil dan pembahasan, silakan ikuti link di bawah ini untuk mendownload file .doc nya..
DOWNLOAD FILE
Read More..
INJEKSI ANTIGEN SERUM, PURIFIKASI ANTISERUM DAN DETEKSI INTERAKSI ANTIGEN-ANTIBODI TIKUS DENGAN METODE DOT BLOT
Darah terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, dan kepingan darah yang tersuspensi dalam plasma. Plasma merupakan komponen cairan dari darah yang mengandung fibrinogen terlarut. Setelah aktivasi oleh enzim plasmin, terbentu gumpalan fibrin. Sesudah gumpalan ini dihilangkan, sisa yang tertinggal disebut serum. Plasma tersusun sebagian besar dari air, dan zat-zat elektrolit terlarut berupa berbagai macam protein, misalnya globulin (alfa, beta, dan gamma), albumin dan faktor pembekuan darah. Plasma berwarna kuning dimana semua komponen darah secara normal akan tersuspensi. Plasma darah ini mempunyai volume berkisar 55% dari volume total darah. Komposisinya antara lain 95% air dan mengandung berbagai macam protein terlarut, glukosa, dan lain-lain. Plasma darah ini didapatkan dengan cara mensentrifugasi darah sampai sel-sel darah berada di bagian bawah tabung. Plasma darah mempunyai densitas sekitar 1025 kg/m3 atau 1025kg/L. Plasma darah ini dapat dimurnikan dari berbagai macam komponennya, misalnya dengan penghilangan faktor pembekuana atau fibrinogen. Plasma darah dalam kondisi seperti ini disebut serum darah. Dalam darah, serum adalah komponen dimana di dalamnya tidak terdapat sel darah atau faktor pembekuan (clotting factors).
Serum termasuk dalam semua protein yang tidak digunakan dalam pembekuan darah dan semua elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan berbagai macam substansi eksogenus (obat-obatan, dan mikroorganisme) (Sadjadi, dkk., 2009). Serum ini bisa menjadi suatu antigen jika masuk ke dalam tubuh organisme yang tidak mempunyai serum yang sama dengan serum yang masuk ke dalam tubuhnya. Antigen adalah makromolekul dengan satu atau lebih determinan antigenik. Antigen ini juga disebut dengan imunogen karena menghasilkan respon imun. Molekul yang lebih kecil, yang disebut dengan hapten adalah determinan antigenik, meskipun hapten ini terlalu kecil dan harus berikatan dengan permukaan molekul yang lebih besar. Antigen eksternal yang dapat menyebabkan penyakit dalam tubuh inang dinamakan patogen. Patogen adalah organisme yang menyerupai virus, bakteri, dan antigen parasit. Auto-antigen atau self-antigen adalah jaringan dari inang yang mentrigger respon imun dan dapat menyebabkan terjadinya auto-immune (Brownlee, 2007).
Injeksi Antigen Serum Pemberian antigen dilakukan dengan jumlah yang tidak menimbulkan kematian, namun hanya imunogen. Berbagai macam volume dapat digunakan dan disesuaikan dengan hewan coba yang dipakai. Volume untuk penggunaan antigen dapat berbeda antara jenis hewan satu dengan yang lainnya dan tempat atau titik penginjeksian.
Penyiapan dan Pemisahan Serum untuk Antigen Darah sapi dan kelinci dimasukkan dalam tabung Eppendorf dan didiamkan dalam suhu kamar sampai terbentuk 2 lapis atau diinkubasi dalam suhu 370C selama 30-60 menit. Kemudian darah tersebut disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g selama 10 menit pada suhu 40C. Supernatan yang merupakan serum tersebut kemudian dipindah ke dalam Eppendorf yang baru. Serum disimpan dalam suhu -200C jika tidak digunakan dalam waktu yang lama. Untuk menentukan banyaknya serum yang disuntikkan, kadar protein serum diuji menggunakan metode bradford.
Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan tabung reaksi sejumlah sampel yang ditambahkan dan untuk larutan blanko. Kemudian ditambahkan NaCl 0,9% ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan pula sampel protein sebanyak 10uL, sedangkan blanko hanya terdiri dari larutan buffer 100uL. Larutan dalam tabung ditambahkan reagen Bradford yang tersusun atas coomassie blue G250 sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 5 mL ethanol 95%. Dihomogenkan dengan 10 mL phosphoric acid 85%, kemudian ditambah dengan akuades sampai mencapai 100 mL. Reagen tersebut disaring dan disimpan dalam botol gelap. Larutan kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Setelah itu, dilakukan inkubasi selama 10-15 menit dan ditera absorbansinya pada panjang gelombang 595nm, kemudian dibuat pula kurva standarnya.
Penyuntikan Antigen pada Hewan Coba dan Koleksi Antiserum Serum yang didapatkan dari hasil pemisahan dengan kadar 0,5-1mg disikan ke dalam spuit 1ml. Bagian tubuh tikus yang akan diinjeksi dibasahi dengan alkohol 70% menggunakan kapas. Antigen serum diinjeksikan secara intraperitoneal dan antigen diinkubasi dalam tubuh hewan coba selama 7-14 hari. Tikus yang telah diinjeksi serum (sapi dan kelinci) setelah diinkubasi selama 1 minggu didislokasi leher. Dislokasi dilakukan secara perlahan. Bagian perut tikus dibuka dengan menggunakan gunting hingga jantung terlihat dan darah diambil pada bagian bilik kanan jantung dengan menggunakan spuit 3 ml.
Isolasi Protein Antiserum dengan Metode Salting Out Serum tikus yang sudah diimunisasi dengan antigen serum diambil 10 ml kemudian ditambah dengan 90 ml ammonium sulfat ((NH4)2SO4) jenuh. Kemudian dilakukan inkubasi selama 30 menit pada suhu 40C dan dihomogenkan dengan vortex setiap 10 menit sekali. Langkah berikutnya adalah serum disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm, pada suhu 40C selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang dan pelet diresuspensi dengan buffer phosphate sebanyak ¼ volume awal dan dihomogenkan dan dihitung kadar proteinnya menggunakan metode Bradford.
Reaksi Antigen-antibodi dengan Metode Dot Blot Serum nonimmunized dari kelinci, sapi, dan tikus non-presipitasi disiapkan dan dilakukan dilusi sehingga didapatkan serum dengan konsentrasi konsentrasi 0, 10, 50, 100 dan 200 µg/ml. Antibodi primer yang digunakan adalah Rat α-serum rabbit, , rat α-serum bovine dan serum tikus nonimmunized yang telah diencerkan dengan TBS (1:500). Membran yang digunakan adalah PVDF (polyvinylidene difluoride). Membran tersebut direndam dalam methanol selama 2-5 menit. Membran kemudian diletakkan di atas kertas tissue dan dilakukan pula pembuatan peta blotting (blotting map). Membran kemudian dipasang pada dot blotter dan antigen diteteskan sebanyak 2 µl pada membran, didiamkan selama 1 jam di dalam laminar air flow (LAF) dengan blower. Kemudian membran yang masih berada dalam dot blotter ditetesi TBS selama 1 menit. Larutan blotto 10% yang terbuat dari susu skim yang dilarutkan dalam 10 ml TBS diteteskan sebanyak 10ul ke membran PVDF selama 1 jam pada suhu ruang. Membran kemudian dicuci dengan TBST sebanyak 3 kali masing-masing selama 10 menit sambil di gojog dengan shaker dengan kecepatan 40 rpm.
Setelah itu ditambahkan antibodi primer dan diinkubasi semalaman pada suhu 40C. Setelah inkubasi selesai, dilakukan pencucian membran menggunakan TBST 3 kali masing-masing selama 10 menit. Antibodi sekunder (Goat α-Rat IgG phosphate labeled 1:2500) ditambahkan pada membran dan juga substrat kromogenik NBT-BCIP. Membran kemudian dicuci dengan aquadest dan dikeringkan di dalam oven. Pada dasarnya, antibodi merupakan probe yang sering digunakan karena antibodi yang ditambahkan akan berikatan dengan antigen yang dapat dibaca dengan adanya visualisasi menggunakan teknik indirect enzyme immunoassay. Teknik ini dilakukan dengan penambahan substrat kromogenik yang akan menghasilkan produk insoluble (Millard 2006).
Sistem blotting yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sistem indirect. Pada sistem ini antibodi primer ditambahkan pertama kali untuk mengikat antigen dan selanjutnya ditambahkan antibodi sekunder yang secara langsung akan berikatan dengan antibodi primer. Metode indirect memiliki berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan metode direct salah satunya dalam hal kesensitifan dalam mendeteksi (Pierce, 2007). Spesifitas antibodi merupakan kemampuan antibodi tersebut dalam mengenali epitop spesifik. Antibodi yang memiliki spesifitas tinggi hanya menghasilkan sedikit cross reactivity.
Adanya hasil positif dapat dimungkinkan karena serum yang diberikan masih bersifat poliklonal sehingga terdapat epitop antigen serum yang bersesuaian dengan antibodi yang diberikan sehingga terjadi ikatan antigen-antibodi. Penggunaan antibodi monoklonal lebih menguntungkan karena memiliki homogenitas dan kosistensi yang tinggi. Antibodi monoklonal merupakan antibodi yang diproduksi oleh klon tunggal limfosit B. Ikatan epitop pada antibodinya bersifat reversibel dan tergantung susunan antigen dan antibodinya. Homogenitas tinggi inilah yang menyebabkan penggunaan antibodi monoklonal sangat berguna untuk evaluasi perubahan konformasi molekuler, interaksi protein, tahapan proliferasi, dan mengidentifikasi famili protein serta untuk analisis struktur protein (Lipman, 2005). Untuk dapat mengintrepretasikan image hasil dot dapat digunakan gel documentation meliputi UV Transiluminator, Uvsolo, BioDocAnalyze live, BioDocAnalyze video dan BioDocAnalyze digital. Gel documentation tersebut memiliki monokrom CCD kamera yang sensitif terhadap cahaya, pada kondisi gelap dan juga dilengkapi oleh transiluminator (Biometra, 2009). Metode Dot blot ini mempunyai beberapa kelemahan dan keunggulan (Protocol Online, 2007).
Keunggulan teknik Dot Blot
Read More..
Serum termasuk dalam semua protein yang tidak digunakan dalam pembekuan darah dan semua elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan berbagai macam substansi eksogenus (obat-obatan, dan mikroorganisme) (Sadjadi, dkk., 2009). Serum ini bisa menjadi suatu antigen jika masuk ke dalam tubuh organisme yang tidak mempunyai serum yang sama dengan serum yang masuk ke dalam tubuhnya. Antigen adalah makromolekul dengan satu atau lebih determinan antigenik. Antigen ini juga disebut dengan imunogen karena menghasilkan respon imun. Molekul yang lebih kecil, yang disebut dengan hapten adalah determinan antigenik, meskipun hapten ini terlalu kecil dan harus berikatan dengan permukaan molekul yang lebih besar. Antigen eksternal yang dapat menyebabkan penyakit dalam tubuh inang dinamakan patogen. Patogen adalah organisme yang menyerupai virus, bakteri, dan antigen parasit. Auto-antigen atau self-antigen adalah jaringan dari inang yang mentrigger respon imun dan dapat menyebabkan terjadinya auto-immune (Brownlee, 2007).
Injeksi Antigen Serum Pemberian antigen dilakukan dengan jumlah yang tidak menimbulkan kematian, namun hanya imunogen. Berbagai macam volume dapat digunakan dan disesuaikan dengan hewan coba yang dipakai. Volume untuk penggunaan antigen dapat berbeda antara jenis hewan satu dengan yang lainnya dan tempat atau titik penginjeksian.
Penyiapan dan Pemisahan Serum untuk Antigen Darah sapi dan kelinci dimasukkan dalam tabung Eppendorf dan didiamkan dalam suhu kamar sampai terbentuk 2 lapis atau diinkubasi dalam suhu 370C selama 30-60 menit. Kemudian darah tersebut disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g selama 10 menit pada suhu 40C. Supernatan yang merupakan serum tersebut kemudian dipindah ke dalam Eppendorf yang baru. Serum disimpan dalam suhu -200C jika tidak digunakan dalam waktu yang lama. Untuk menentukan banyaknya serum yang disuntikkan, kadar protein serum diuji menggunakan metode bradford.
Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan tabung reaksi sejumlah sampel yang ditambahkan dan untuk larutan blanko. Kemudian ditambahkan NaCl 0,9% ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan pula sampel protein sebanyak 10uL, sedangkan blanko hanya terdiri dari larutan buffer 100uL. Larutan dalam tabung ditambahkan reagen Bradford yang tersusun atas coomassie blue G250 sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 5 mL ethanol 95%. Dihomogenkan dengan 10 mL phosphoric acid 85%, kemudian ditambah dengan akuades sampai mencapai 100 mL. Reagen tersebut disaring dan disimpan dalam botol gelap. Larutan kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Setelah itu, dilakukan inkubasi selama 10-15 menit dan ditera absorbansinya pada panjang gelombang 595nm, kemudian dibuat pula kurva standarnya.
Penyuntikan Antigen pada Hewan Coba dan Koleksi Antiserum Serum yang didapatkan dari hasil pemisahan dengan kadar 0,5-1mg disikan ke dalam spuit 1ml. Bagian tubuh tikus yang akan diinjeksi dibasahi dengan alkohol 70% menggunakan kapas. Antigen serum diinjeksikan secara intraperitoneal dan antigen diinkubasi dalam tubuh hewan coba selama 7-14 hari. Tikus yang telah diinjeksi serum (sapi dan kelinci) setelah diinkubasi selama 1 minggu didislokasi leher. Dislokasi dilakukan secara perlahan. Bagian perut tikus dibuka dengan menggunakan gunting hingga jantung terlihat dan darah diambil pada bagian bilik kanan jantung dengan menggunakan spuit 3 ml.
Isolasi Protein Antiserum dengan Metode Salting Out Serum tikus yang sudah diimunisasi dengan antigen serum diambil 10 ml kemudian ditambah dengan 90 ml ammonium sulfat ((NH4)2SO4) jenuh. Kemudian dilakukan inkubasi selama 30 menit pada suhu 40C dan dihomogenkan dengan vortex setiap 10 menit sekali. Langkah berikutnya adalah serum disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm, pada suhu 40C selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang dan pelet diresuspensi dengan buffer phosphate sebanyak ¼ volume awal dan dihomogenkan dan dihitung kadar proteinnya menggunakan metode Bradford.
Reaksi Antigen-antibodi dengan Metode Dot Blot Serum nonimmunized dari kelinci, sapi, dan tikus non-presipitasi disiapkan dan dilakukan dilusi sehingga didapatkan serum dengan konsentrasi konsentrasi 0, 10, 50, 100 dan 200 µg/ml. Antibodi primer yang digunakan adalah Rat α-serum rabbit, , rat α-serum bovine dan serum tikus nonimmunized yang telah diencerkan dengan TBS (1:500). Membran yang digunakan adalah PVDF (polyvinylidene difluoride). Membran tersebut direndam dalam methanol selama 2-5 menit. Membran kemudian diletakkan di atas kertas tissue dan dilakukan pula pembuatan peta blotting (blotting map). Membran kemudian dipasang pada dot blotter dan antigen diteteskan sebanyak 2 µl pada membran, didiamkan selama 1 jam di dalam laminar air flow (LAF) dengan blower. Kemudian membran yang masih berada dalam dot blotter ditetesi TBS selama 1 menit. Larutan blotto 10% yang terbuat dari susu skim yang dilarutkan dalam 10 ml TBS diteteskan sebanyak 10ul ke membran PVDF selama 1 jam pada suhu ruang. Membran kemudian dicuci dengan TBST sebanyak 3 kali masing-masing selama 10 menit sambil di gojog dengan shaker dengan kecepatan 40 rpm.
Setelah itu ditambahkan antibodi primer dan diinkubasi semalaman pada suhu 40C. Setelah inkubasi selesai, dilakukan pencucian membran menggunakan TBST 3 kali masing-masing selama 10 menit. Antibodi sekunder (Goat α-Rat IgG phosphate labeled 1:2500) ditambahkan pada membran dan juga substrat kromogenik NBT-BCIP. Membran kemudian dicuci dengan aquadest dan dikeringkan di dalam oven. Pada dasarnya, antibodi merupakan probe yang sering digunakan karena antibodi yang ditambahkan akan berikatan dengan antigen yang dapat dibaca dengan adanya visualisasi menggunakan teknik indirect enzyme immunoassay. Teknik ini dilakukan dengan penambahan substrat kromogenik yang akan menghasilkan produk insoluble (Millard 2006).
Sistem blotting yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sistem indirect. Pada sistem ini antibodi primer ditambahkan pertama kali untuk mengikat antigen dan selanjutnya ditambahkan antibodi sekunder yang secara langsung akan berikatan dengan antibodi primer. Metode indirect memiliki berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan metode direct salah satunya dalam hal kesensitifan dalam mendeteksi (Pierce, 2007). Spesifitas antibodi merupakan kemampuan antibodi tersebut dalam mengenali epitop spesifik. Antibodi yang memiliki spesifitas tinggi hanya menghasilkan sedikit cross reactivity.
Adanya hasil positif dapat dimungkinkan karena serum yang diberikan masih bersifat poliklonal sehingga terdapat epitop antigen serum yang bersesuaian dengan antibodi yang diberikan sehingga terjadi ikatan antigen-antibodi. Penggunaan antibodi monoklonal lebih menguntungkan karena memiliki homogenitas dan kosistensi yang tinggi. Antibodi monoklonal merupakan antibodi yang diproduksi oleh klon tunggal limfosit B. Ikatan epitop pada antibodinya bersifat reversibel dan tergantung susunan antigen dan antibodinya. Homogenitas tinggi inilah yang menyebabkan penggunaan antibodi monoklonal sangat berguna untuk evaluasi perubahan konformasi molekuler, interaksi protein, tahapan proliferasi, dan mengidentifikasi famili protein serta untuk analisis struktur protein (Lipman, 2005). Untuk dapat mengintrepretasikan image hasil dot dapat digunakan gel documentation meliputi UV Transiluminator, Uvsolo, BioDocAnalyze live, BioDocAnalyze video dan BioDocAnalyze digital. Gel documentation tersebut memiliki monokrom CCD kamera yang sensitif terhadap cahaya, pada kondisi gelap dan juga dilengkapi oleh transiluminator (Biometra, 2009). Metode Dot blot ini mempunyai beberapa kelemahan dan keunggulan (Protocol Online, 2007).
Keunggulan teknik Dot Blot
- Spesifik terhadap DNA atau protein manusia
- Mudah untuk dianalisis
- Tidak bersifat automatable (dikerjakan dengan otomatis)
- Membutuhkan intensivitas kerja yang lebih
- Merupakan metode semi-kuantitatif (Kualitas DNA atau protein tidak dapat di perkirakan dan dihitung)
Read More..
Symmastia: Sebuah "Kegagalan" Dalam Proses Operasi Implant Payudara
Pertama, Pengen tau proses pemberian implant pada payudara cewek??
Cekidot, gann…
1. penentuan pola
2. pola yang udah di buat
3. proses pemberian implan
Nah, permasalahan yang sering timbul akibat breast implant ini adalah menyatunya hasil implant di tengah2 dada, sehingga menimbulkan kesan bahwa buah dada menempel menjadi satu (uniboob).. gawat banget gan kalo kaya gitu…malah jadi ga seksi lagi
Ini disebut symmastia….
Symmastia biasanya merupakan hasil dari over-diseksi dari jaringan di wilayah belahan dada. Over-diseksi ini kadang-kadang dilakukan dengan sengaja dengan harapan menciptakan atau meningkatkan pembelahan, namun kadang2 juga hal ini tidak disengaja.
Symmastia sering disebut sebagai "breadloafing", atau "kissing implant", atau "uniboob". Dengan kondisi ini, implan benar-benar bertemu di tengah dada, memberikan penampilan satu payudara, bukan dua. Symmastia tampaknya lebih umum di kalangan wanita kurus symmastia terjadi ketika dua implan menyentuh satu sama lain di pusat dada tepat di atas dada.
terutama disebabkan oleh fakta bahwa perempuan kurus biasanya memiliki jaringan lebih sedikit dan / atau lemak yang menyelubungi sternum (tulang dada). Kadang-kadang, ahli bedah akan berusaha untuk melepaskan beberapa jaringan, untuk mendapatkan implan lebih dekat bersama-sama.
Mau tau kayak gimana bentuknya???
ini nih bentuknya...
Jika Anda memiliki ahli bedah plastik yang berkualitas, dan berpengalaman, ini merupakan komplikasi yang tidak perlu Anda kuatirkan. Ini adalah yang paling umum dari semua komplikasi pembesaran payudara.
Tapi tetep aja kita harus hati2
excavatum pectus (tulang dada tertekan) akan menyebabkan implan menuju ke dalam, menuju wilayah belahan dada. Hal ini menciptakan lebih banyak tekanan pada jaringan di daerah itu, dan dapat berakibat pada symmastia.
Symmastia mungkin atau tidak terlihat setelah operasi. Hal ini dapat muncul setiap saat setelah operasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan kemudian.
Tapi jangan kuatir, gan.. Symmastia ini dapat dinormalkan kembali kok
Dalam rangka untuk memperbaiki symmastia, jaringan lemak dan kulit yang mendasari harus disambungkan ke dada. Tentunya, melalui operasi lagi, gan...
Selama proses perbaikan, pasien memakai pakaian khusus dan bra digunakan untuk mendukung perbaikan. Bra yang dipakai setelah perbaikan symmastia disebut sebagai "bra thong". Hal ini digunakan untuk menstabilkan wilayah tersebut setelah rekonstruksi symmastia. Hal ini akan memungkinkan daerah dijahit antara payudara untuk menyembuhkan dengan baik tanpa tekanan yang berlebihan yang diterapkan ke daerah tersebut.
ini adalah bra yang biasa dipakai pada proses perbaikan bentuk payudara...
gambar2 pasien yang mengalami symmastia BEFORE n AFTER:
sumbernya ada di sini
Read More..